
Bukakabar - Di tengah derasnya arus teknologi finansial dan digitalisasi ekonomi, muncul suatu fenomena yang tak bisa diabaikan oleh Indonesia: aset kripto. Mulai dari obrolan di warung kopi, hingga rapat serius di gedung parlemen, pembahasan tentang kripto semakin sering terdengar.
Investor pemula, pekerja kantoran, hingga penggiat startup blockchain ikut merasakan getaran perubahan. Salah satunya adalah kisah “Bagus” (30), pekerja swasta di Jakarta, yang mulai mencoba berinvestasi aset kripto pada awal 2025.
Ia masih ragu-ragu, karena fluktuasi luar biasa yang terjadi. Namun, dari “durian runtuh” hingga “loncatan jatuh”, pengalaman Bagus menjadi ceritra kecil yang mencerminkan situasi besar: betapa cepat dan dinamisnya perkembangan kripto, dan betapa besar pula tantangan yang harus dihadapi Indonesia agar tidak tertinggal.
Nah, artikel ini akan mengajak kamu menyelami bagaimana perkembangan aset kripto di Indonesia, potensi masa depannya, regulasi yang tengah dirancang, serta tantangan dan peluang yang mungkin muncul di depan. Yuk kita mulai!
Sejauh Mana Perkembangan Kripto di Indonesia
Pertama-tama kita perlu melihat kondisi sekarang: bagaimana keadaan investasi kripto di Indonesia. Menurut data yang Anda sampaikan, hingga Juli 2025 terdapat sekitar 16,5 juta pengguna atau investor aset kripto di Indonesia. Jumlah ini meningkat sebesar 4,11 % dibandingkan Juni 2025. (Data ini berasal dari lembaga pengawas, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).)
Namun, dibandingkan dengan akhir 2024 yang tercatat sekitar 22,91 juta orang, angka ini menunjukkan penurunan besar dari sisi jumlah investor keseluruhan. Begitu juga total nilai transaksi aset kripto sepanjang Januari–Juli 2025 tercatat sebesar Rp 276,45 triliun, turun 24,46 % dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 344,09 triliun.
Lalu secara global, jumlah investor aset kripto telah mencapai sekitar 659 juta orang dengan volume transaksi sekitar 18,3 triliun dollar AS pada tahun 2024. Indonesia meskipun punya potensi besar, namun hanya menyumbang sekitar 3,35 % dari jumlah investor global dan hanya 0,21 % dari volume transaksi global. Data juga menunjukkan bahwa investor Indonesia banyak menggunakan platform luar negeri — misalnya transaksi di exchange luar negeri tercatat sekitar 157,1 miliar dollar AS (≈ Rp 2.500 triliun) sepanjang Juli 2023–Juni 2024.
Dari angka-angka ini kita bisa menangkap dua hal utama: satu, potensi pasar masih sangat besar; dua, tantangan ekosistemnya juga cukup nyata — terutama soal regulasi, infrastruktur dan arus keluar modal (“capital flight”) dari pasar domestik ke platform luar negeri.
Regulasi dan Usulan Aturan Baru
Ketika bicara kripto, regulasi tak bisa dilewatkan. Di Indonesia, salah satu regulasi kunci yang tengah dibahas adalah revisi Undang‑Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Di dalam revisi tersebut muncul wacana untuk mengatur kembali industri aset kripto. Beberapa poin penting usulan regulasi kripto antara lain:
-
Pengenalan aset kripto sebagai alat pembayaran selain sebagai instrumen investasi.
-
Upaya pemberantasan platform exchange aset kripto ilegal yang belum berizin.
-
Penerapan pajak yang lebih akomodatif untuk transaksi kripto di exchange lokal, agar investor tidak beralih ke platform asing.
-
Harmonisasi antar lembaga pengawas: misalnya antara Bank Indonesia (BI) yang mengatur mata uang dan sistem pembayaran, dengan OJK yang mengawasi pedagang aset kripto dan marketplace.
Sebagai ilustrasi: saat ini pajak final yang dikenakan untuk transaksi kripto adalah sebesar 0,21 % di exchange lokal. Ini dianggap oleh pelaku industri sebagai hambatan yang bisa mendorong investor ke platform luar negeri demi menghindari pajak. Di sisi lain, terdapat 23 pedagang aset kripto yang telah berizin di bawah pengawasan OJK, tetapi masih banyak pelaku tak berizin yang beroperasi di Indonesia.
Penting dicatat bahwa regulasi kripto bukan sekadar soal “boleh atau tidak boleh”. Ia juga tentang keamanan konsumen, perlindungan investor, transparansi platform, dan integrasi dengan sistem keuangan nasional. Kita berada pada fase penting: apakah Indonesia memilih regulasi yang progresif dan adaptif, atau regulasi yang justru memperlambat inovasi.
Potensi Besar yang Bisa Digarap
Tantangan memang banyak, tetapi potensinya juga sangat besar. Berikut beberapa potensi yang sangat menarik untuk masa depan kripto di Indonesia:
1. Kripto sebagai Alat Pembayaran
Jika dikembangkan dengan tepat, aset kripto — atau lebih realistis lagi stablecoin yang dipatok ke mata uang tertentu — bisa menjadi alternatif sistem pembayaran digital. Para pelaku industri menyebut ini sebagai katalis bagi percepatan digitalisasi keuangan nasional. Di Indonesia, ide ini masih panjang perjalanan implementasinya, mengingat perlu perubahan regulasi mengenai mata uang serta kerangka pembayaran.
2. Tokenisasi Aset dan Real World Asset (RWA)
Konsep tokenisasi aset riil seperti surat utang negara, komoditas (emas), atau asset lainnya (private credit) sudah mulai berkembang di berbagai negara. Di AS misalnya, melalui regulasi seperti Genius Act (yang memberi ruang bagi dollar AS sebagai patokan stablecoin) dan institusi seperti US Treasury melihat bahwa stablecoin telah menyerap surat utang negara sekitar 120 miliar dollar AS. Proyeksi jangka panjang menunjukkan hingga 2030 potensi bisa mencapai 1,2 triliun dollar AS.
Di Indonesia, jika model tokenisasi tersebut diterapkan secara konservatif, diperkirakan potensi masuknya dana asing bisa mencapai sekitar 88 miliar dollar AS (≈ Rp 1.460 triliun, asumsi kurs Rp 16.600 per dollar AS) hingga 2030. Ini menunjukkan betapa besar peluang yang bisa diambil bila regulasi dan ekosistem siap.
3. Penguatan Ekosistem Domestik
Dengan meningkatnya jumlah investor, pengguna, dan adopsi teknologi blockchain, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengembangkan ekosistem kripto yang kuat: mulai dari exchange lokal yang aman, infrastruktur staking/futures, tokenisasi lokal, hingga kolaborasi lintas sektor (fintech, perbankan, logistik, perdagangan). Jika pemangku kepentingan — pemerintah, regulator, industri — bersinergi, maka potensi pertumbuhan bisa jelas dan terukur.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Kendati potensi besar, ada beberapa tantangan utama yang perlu dihadapi agar masa depan kripto di Indonesia bisa sukses dan berkelanjutan.
Volatilitas Harga
Seperti dialami Bagus, investasi kripto punya risiko tinggi karena fluktuasi ekstrim. Harga bisa naik puluhan atau bahkan ratusan persen dalam waktu singkat, lalu tiba-tiba turun juga tajam. Hal ini menjawab mengapa penggunaan sebagai alat pembayaran umum masih sulit: bagaimana suatu barang atau layanan bisa dihargai dalam kripto bila nilainya bisa berubah drastis setiap saat. Seorang praktisi menyebutkan:
“Aset kripto ini menarik karena punya siklus yang memang sangat volatile sekali… maka, sebagai pemain memang tantangan utamanya adalah timing jual beli yang 24 jam setiap hari.”
Volatilitas ini menjadi hambatan untuk adopsi skala besar sebagai alat pembayaran, sekaligus risiko besar bagi investor ritel yang kurang memahami manajemen risiko.
Regulasi yang Belum Final dan Koordinasi Antar Lembaga
Revisi UU P2SK dan dialog regulasi sedang berjalan, tapi belum tentu semua aspek regulasi siap diimplementasikan dalam tempo cepat. Koordinasi antar institusi seperti BI, OJK, kementerian keuangan, serta layanan pembayaran sangat penting agar fungsi kripto sebagai alat pembayaran bisa muncul. Tanpa harmonisasi, regulasi bisa jadi tumpang tindih atau malah menghambat inovasi.
Arus Keluar Modal ke Platform Luar Negeri
Data menunjukkan bahwa banyak investor Indonesia menggunakan exchange asing, karena regulasi dan pajak di domestik dianggap kurang menarik. Volume transaksi dari Indonesia yang masuk ke platform luar sangat besar — ini berarti peluang domestik lepas ke luar. Jika hal ini terus terjadi, maka pertumbuhan industri kripto lokal akan terhambat.
Keamanan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Dengan banyaknya platform dan token baru, risiko penipuan dan rugi besar tetap tinggi. Investor pemula sering kali terdorong FOMO (Fear Of Missing Out), dan belum selalu memahami risiko teknis, regulasi atau likuiditas. Untuk ekosistem yang sehat, edukasi yang kuat dan sistem pengawasan yang memadai sangat penting.
Strategi yang Disarankan untuk Masa Depan
Berdasarkan potensi dan tantangan di atas, berikut beberapa strategi yang bisa ditempuh oleh berbagai pihak — pemerintah, regulator, pelaku industri, dan masyarakat — supaya masa depan kripto di Indonesia bisa lebih optimal.
Pemerintah dan Regulator
-
Segera tuntas regulasi yang memberi kepastian bagi pelaku industri kripto dan investor, khususnya regulasi yang memungkinkan kripto menjadi alat pembayaran dan mengatur tokenisasi aset.
-
Harmonisasi antar lembaga (BI, OJK, Kemenkeu, dan lainnya) agar peran dan tugas masing-masing jelas, serta supaya regulasi tidak tumpang tindih atau terhambat birokrasi.
-
Penerapan pajak yang akomodatif: misalnya mempertimbangkan kembali besaran pajak final 0,21 % untuk transaksi kripto di marketplace lokal agar tidak mendorong investor ke platform luar.
-
Insentif untuk inovasi: mendukung produk baru seperti staking, futures, tokenisasi, listing token baru dengan proses yang lebih cepat dan transparan.
Industri Kripto dan Fintech
-
Membangun dan memperkuat exchange lokal yang aman, bereputasi, dan mudah diakses oleh pengguna ritel.
-
Memperluas produk: staking, tokenisasi, RWA, stablecoin yang bisa digunakan untuk pembayaran atau sebagai jembatan antara aset digital dan keuangan tradisional.
-
Edukasi pengguna: memberikan informasi yang jelas mengenai risiko, manajemen portofolio, keamanan dompet digital, dan regulasi yang berlaku.
-
Kolaborasi lintas sektor: fintech, perbankan, startup blockchain, sekolah bisnis, agar manfaat teknologi kripto bisa dirasakan lebih luas (misalnya dalam pembayaran, remittance, logistik, supply chain).
Pengguna dan Investor
-
Memahami bahwa kripto bukan jalan pintas untuk “kaya instan”. Fluktuasi sangat tinggi dan risiko kerugian juga besar.
-
Membagi portofolio: jangan semua dana dialokasikan ke aset dengan volatilitas tinggi. Pertimbangkan kripto sebagai bagian dari strategi investasi yang lebih besar.
-
Memahami regulasi dan pajak yang berlaku: menggunakan platform lokal yang berizin, memahami dampak pajak, serta memastikan keamanan aset digital.
-
Edukasi diri secara aktif: mengikuti perkembangan industri, teknologi, regulasi, dan tren global.
Skema Masa Depan hingga 2030
Mari kita bayangkan skenario masa depan hingga tahun 2030 untuk kripto di Indonesia — dengan catatan bahwa ini prediksi, bukan kepastian.
-
Bila regulasi selesai dan harmonisasi antar lembaga berjalan baik, Indonesia bisa menjadi salah satu pusat tokenisasi aset di Asia Tenggara. Dana asing bisa mengalir ke pasar domestik melalui skema RWA atau stablecoin berbasis rupiah. Proyeksi menyebut hingga 2030 potensi bisa sekitar 88 miliar dollar AS (≈ Rp 1.460 triliun) jika skema diterapkan konservatif.
-
Kripto atau stablecoin yang dipatok ke rupiah dapat berkembang sebagai salah satu sistem pembayaran alternatif, khususnya di transaksi lintas batas (cross-border), remitansi, atau sektor yang belum dijangkau perbankan.
-
Ekosistem kripto Indonesia akan semakin beragam: bukan hanya beli-jual aset, tapi juga layanan staking, futures, tokenisasi komoditas lokal (misalnya sawit, batu bara, emas), integrasi dengan teknologi DeFi (decentralized finance).
-
Namun, jika regulasi tertunda atau tidak adaptif, maka Indonesia bisa tertinggal dibanding negara tetangga seperti Thailand, Filipina, Malaysia yang sudah lebih dahulu menarik likuiditas melalui tokenisasi dan stablecoin.
-
Dari sisi investor ritel, jumlah pengguna bisa meningkat kembali bila kepercayaan terhadap platform lokal meningkat dan edukasi diperkuat. Nilai transaksi bisa tumbuh, bukan hanya dari spekulasi harga, tetapi dari adopsi nyata dalam ekosistem ekonomi digital.
Kesimpulan
Secara umum, masa depan kripto di Indonesia menyimpan peluang besar sekaligus tantangan serius. Peluang terletak pada potensi adopsi luas, tokenisasi aset, integrasi dengan sistem keuangan nasional, dan posisi strategis Indonesia di regional. Tantangannya meliputi volatilitas harga, regulasi yang belum final, arus keluar modal, serta kebutuhan edukasi dan perlindungan investor.
Jika semua pihak — pemerintah, regulator, pelaku industri serta masyarakat — bisa bersinergi, maka kripto bukan hanya alat spekulasi, melainkan bagian dari ekosistem keuangan digital yang produktif dan inklusif. Sebaliknya, jika kita hanya terpaku pada aspek investasi semata tanpa memperhatikan regulasi, keamanan dan edukasi, maka risiko tertinggal atau bahkan kemunduran bisa saja terjadi.
Bagi “Bagus” dan banyak investor lain di Indonesia, artikel ini bisa menjadi salah satu referensi untuk melihat gambaran lebih luas dari perjalanan investasi kripto mereka: bukan hanya bagaimana mendapatkan return, tetapi juga bagaimana memahami ekosistem di belakangnya, tantangan yang harus dihadapi, dan arah yang mungkin diambil industri ini.
Komentar0