MATERI PERTEMUAN 8 KELAS X
Hubungan Sifat Wajib Allah dan Al-Asma' Al-Husna
B. Hubungan Sifat Wajib bagi Allah dan Asmaul Husna
Sifat-sifat wajib bagi Allah yang berjeumlah 20 sifat merupakan sifat-sifat pokok kesempurnaan Allah. Sedangkan nama-nama atau sifat-sifat yang terdapat pada al-Asma’ al-Husna yang berjumlah 99 sifat sebenarnya sudah tercakup dalam sifat wajib Allah yang dirumuskan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah.
Sebagaimana dijelaskan Imam al-Ghazali (505 H/1111 M) dalam al-Maqshad al-Asna fî Syarh Asma’ Allah al-Husna pada pasal khusus tentang rasionalisasi kembalinya Al-Asma’ al-Husna pada Dzat Allah (sifat Wujud) dan tujuh sifat ma’ani sesuai akidah Ahlussunnah Wal Jama’.
Pendapat Imam Ghazali
Menurut Imam Ghazali, meskipun nama Al-Asma’ al-Husna sangat banyak, namun secara substantif kembali pada Dzat dan tujuh sifat ma’ani, yaitu melalui 10 kategori berikut:
1. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada Dzat, seperti Allah. Begitu pula al-Haq yang diartikan Dzat Allah yang wajib Wujud-Nya.
2. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada Dzat dan menafikan ketidakpantasan, seperti al-Quddus, as-Salam, dan semisalnya. Sebab al-Quddus menunjukkan Dzat Allah sekaligus menafikan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya yang terbersit di hati manusia, sedangkan as-Salam menunjukan Dzat Allah sekaligus menafikan aib yang tidak layak bagi-Nya.
3. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada Dzat disertai penyandaran pada hal lain (idhafah), seperti al-‘Aliyy, al-‘Adhîm dan semisalnya. Sebab al-‘Aliyy menunjukkan Dzat Allah yang derajatnya di atas seluruh dzat selainnya, sedangkan al-‘Adhîm menunjukkan Dzat dari melampaui seluruh batas pengetahuan (idrak) manusia.
4. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada Dzat, disertai menafikan ketidakpantasan dan penyandaran pada hal lain, seperti al-Mulk dan al-‘Azîz. Sebab al-Mulk menunjukkan Dzat Allah yang tidak membutuhkan apa pun dan segala sesuatu selain-Nya pasti membutuhkan-Nya, sedangkan al-‘Aziz menunjukkan makna Dzat Allah yang tidak ada bandingannya.
5. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada salah satu sifat ma’ani, seperti al-‘Alîm, alQadir, dan semisalnya. Sebab al-‘Alîm menunjukkan sifat ‘ilm, sedangkan al-Qadir menunjukkan sifat qudrah.
6. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada sifat ‘ilm disertai penyandaran pada hal lain, seperti al-Khabîr, al-Hakîm dan semisalnya. Sebab al-Khabîr menunjukkan sifat ‘ilm dengan disandarkan pada hal-hal yang samar, sedangkan al-Hakîm menunjukan sifat ‘ilm dengan disandarkan pada hal-hal yang mulia.
7. Al-Asma’ al-Husna yang kembali pada sifat qudrah disertai penyandaran pada hal lain, seperti al-Qahhar, al-Qawiyy, dan semisalnya. Sebab al-Qahhar menunjukkan sifat qudrah disertai pengaruh penguasaannya pada hal yang dikuasai, sedangkan alQawiyy menunjukkan makna sifat qudrah disertai kesempurnaannya.
8. Al-Asmul Husna yang kembali pada sifat iradah disertai penyandaran pada suatu perbuatan, seperti ar-Rahman, ar-Rahîm, ar-Ra’uf dan semisalnya. Sebab ar-rahmah sebagai kata dasar ar-Rahman dan ar-Rahîm kembali pada sifat iradah dengan disandarkan pada perbuatan memenuhi kebutuhan makhluk yang lemah, sedangkan ar-ra’fah sebagai kata dasar ar-Ra’uf berarti rahmat yang sangat maksimal.
9. Al-Asmul Husna yang kembali pada sifat-sifat al-fi’l (perbuatan Allah), seperti al-Khaliq, Al-Wahhab. Sebab al-Khaliq menunjukkan perbuatan Allah dalam menciptakan makhluk, sedangkan ar-Razzaq yang menunjukkan perbuatan Allah dalam menciptakan rezeki dan orang yang diberi rezeki, menyampaikan rezeki kepadanya, serta menciptakan berbagai sebab sehingga ia mampu menikmatinya.
10. Al-Asmul Husna yang kembali pada sifat-sifat al-fi’l (perbuatan Allah) disertai hal lain, seperti al-Majîd, al-Karîm. Sebab al-Majîd menunjukkan perbuatan Allah dalam memuliakan makhluk yang sangat luas disertai kemuliaan Dzat-Nya, sedangkan alKarîm menunjukkan perbuatan Allah yang bila berjanji pasti memenuhi, bila memberi pasti melebihi harapan, dan tidak memperdulikan seberapa banyak pemberian-Nya dan kepada siapa memberinya, disertai kemuliaan Dzat-Nya.
Komentar0