
Bukakabar - Ketika mendengar kata stroke, kebanyakan orang langsung membayangkan seseorang lanjut usia yang tiba-tiba tak bisa bicara atau bergerak. Bayangan itu memang umum, karena stroke sering dikaitkan dengan usia tua.
Namun kenyataannya, stroke tidak mengenal batas umur. Bahkan, bayi yang baru lahir pun bisa mengalaminya. Ya, bayi — makhluk mungil yang baru menatap dunia beberapa hari — ternyata juga berisiko terserang stroke.
Meski terdengar mengejutkan, kasus stroke pada bayi bukan hal mustahil. Dunia medis menyebutnya neonatal stroke, yakni stroke yang terjadi pada bayi berusia kurang dari 28 hari. Meskipun kasusnya langka, risikonya nyata.
Beberapa penelitian global memperkirakan, stroke pada bayi terjadi pada sekitar satu dari tiga ribu kelahiran. Angka ini menunjukkan bahwa di antara jutaan bayi yang lahir setiap tahun, ada ratusan yang mungkin mengalami kondisi ini.
Baru-baru ini, publik dibuat sadar akan fenomena tersebut setelah seorang dokter spesialis saraf di Indonesia, dr. Zicky Yombana Babeheer, membagikan pengalamannya. Dalam acara peringatan World Stroke Day 2025, beliau menceritakan bahwa pernah menangani bayi berumur 27 hari yang mengalami stroke.
Cerita ini menjadi pengingat bahwa stroke tidak hanya menyerang orang dewasa, tapi juga bisa datang pada usia yang sangat muda. “Bayi 27 hari kena stroke, kok bisa?” ujarnya. Menurutnya, stroke adalah gangguan otak. Siapa pun yang punya otak, berarti punya risiko stroke.
Pernyataan itu terdengar sederhana, namun sangat dalam maknanya. Artinya, bayi juga bisa mengalami gangguan aliran darah ke otak, baik karena penyumbatan maupun perdarahan. Untuk itulah, orangtua perlu lebih waspada dan memahami tanda-tanda serta penyebabnya. Artikel ini akan mengupas tuntas tentang stroke pada bayi: dari penyebab, gejala, hingga cara mencegahnya.
Apa Itu Stroke pada Bayi?
Stroke adalah kondisi ketika aliran darah ke otak terganggu. Akibatnya, jaringan otak kekurangan oksigen dan nutrisi, lalu mengalami kerusakan. Pada bayi, kondisi ini disebut stroke neonatal atau stroke perinatal jika terjadi sekitar waktu kelahiran. Stroke jenis ini bisa terjadi sebelum lahir, saat persalinan, atau beberapa hari setelah bayi lahir.
Secara medis, ada dua jenis utama stroke pada bayi:
-
Stroke iskemik, yaitu penyumbatan pembuluh darah di otak akibat gumpalan darah.
-
Stroke hemoragik, yaitu pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi perdarahan.
Stroke iskemik lebih sering terjadi pada bayi dibanding jenis perdarahan. Namun keduanya sama-sama berbahaya, karena dapat mengganggu fungsi otak yang sedang berkembang pesat.
Pada dasarnya, bayi memiliki otak yang sedang membentuk banyak sambungan saraf. Ketika suplai darah terganggu, bagian otak tertentu bisa rusak, dan efeknya akan terlihat saat bayi tumbuh. Kadang-kadang, gejala stroke baru tampak setelah beberapa bulan, ketika bayi mulai belajar duduk atau merangkak.
Seberapa Sering Terjadi?
Kasus stroke pada bayi memang jarang, tapi bukan tidak ada. Menurut data medis internasional, sekitar satu dari tiga hingga empat ribu kelahiran mengalami stroke neonatal. Jika angka kelahiran di Indonesia sekitar empat juta per tahun, maka diperkirakan ada lebih dari seribu bayi yang mungkin mengalami kondisi ini setiap tahunnya.
Meskipun jumlahnya kecil dibanding total kelahiran, angka tersebut tetap penting. Karena sering kali, kasus ini tidak terdeteksi atau salah diagnosis. Banyak bayi yang sebenarnya mengalami stroke, namun dianggap hanya mengalami gangguan motorik biasa.
Penting bagi orangtua untuk memahami bahwa semakin cepat stroke dikenali, semakin besar peluang bayi untuk pulih. Otak bayi memang lebih lentur dibanding orang dewasa, namun tetap saja membutuhkan penanganan yang tepat sejak dini.
Penyebab Stroke pada Bayi
Penyebab stroke pada bayi bisa berbeda-beda, tergantung bagian otak dan sistem peredaran darah yang terganggu. Dokter Zicky menjelaskan bahwa dalam kasus yang pernah ia tangani, penyebab utamanya adalah pembekuan darah. Ia menggambarkan tubuh seperti sistem air: ada pompa (jantung), pipa (pembuluh darah), dan air (darah). Kalau airnya terlalu kental, tentu alirannya tidak lancar. Akibatnya, pembuluh darah bisa tersumbat dan otak kekurangan suplai darah.
Selain pembekuan darah, ada beberapa faktor lain yang bisa memicu stroke pada bayi, antara lain:
1. Faktor dari Ibu Selama Kehamilan
-
Preeklamsia atau tekanan darah tinggi selama hamil bisa mengganggu aliran darah ke janin.
-
Infeksi saat hamil, seperti infeksi plasenta atau infeksi virus tertentu, dapat menyebabkan peradangan yang meningkatkan risiko pembekuan darah.
-
Gangguan plasenta, seperti sumbatan atau kerusakan pembuluh darah plasenta, juga bisa menghambat aliran oksigen ke bayi.
-
Masalah selama persalinan, seperti kekurangan oksigen atau kelahiran prematur, meningkatkan risiko stroke setelah lahir.
2. Faktor dari Bayi Itu Sendiri
-
Kelainan jantung bawaan, yang menyebabkan aliran darah tidak normal ke otak.
-
Gangguan pembekuan darah, misalnya darah terlalu kental atau kelainan genetik yang memicu gumpalan darah.
-
Infeksi berat pada bayi baru lahir, yang bisa memicu peradangan dan kerusakan pembuluh darah otak.
-
Hipoksia, yaitu kekurangan oksigen saat atau setelah lahir. Kondisi ini bisa merusak pembuluh darah otak dan memicu stroke.
3. Faktor Mekanis
Kadang, proses persalinan yang sulit bisa menyebabkan tekanan berlebih pada kepala bayi. Misalnya, penggunaan alat bantu seperti vakum atau forsep yang kurang tepat dapat menimbulkan cedera pada pembuluh darah otak. Walau jarang, hal ini juga bisa menjadi salah satu penyebab stroke.
Gejala Stroke pada Bayi yang Sering Terlewat
Inilah bagian yang paling menantang bagi orangtua dan dokter. Gejala stroke pada bayi tidak semudah dikenali seperti pada orang dewasa. Bayi belum bisa berbicara atau menunjukkan rasa sakit dengan jelas. Karena itu, tanda-tanda stroke sering kali tampak samar dan tidak disadari.
Beberapa gejala yang perlu diwaspadai antara lain:
1. Gerakan Tubuh Tidak Seimbang
Bayi yang mengalami stroke cenderung lebih aktif menggunakan satu sisi tubuhnya. Misalnya, tangan kanan lebih sering digerakkan, sementara tangan kiri terlihat lemas. Kadang, orangtua mengira hal ini normal, padahal bisa menjadi tanda gangguan otak.
2. Tangisan Terlihat “Miring”
Salah satu tanda halus yang dijelaskan dr. Zicky adalah tangisan yang tampak miring ke satu sisi wajah. Artinya, otot di satu sisi wajah tidak bekerja optimal. Hal ini terjadi karena bagian otak yang mengatur otot wajah terganggu akibat stroke.
3. Kejang pada Satu Sisi Tubuh
Kejang merupakan gejala yang cukup sering muncul pada bayi dengan stroke. Biasanya, kejang terjadi hanya pada satu sisi tubuh, seperti tangan atau kaki kanan saja. Ini menandakan bahwa salah satu sisi otak mengalami gangguan.
4. Bayi Terlihat Lemas atau Tidak Responsif
Beberapa bayi tampak sulit menyusu, sering tidur, atau tidak merespons rangsangan. Gejala ini bisa disalahartikan sebagai bayi yang “tenang”, padahal mungkin ada gangguan neurologis di baliknya.
5. Gerakan Tidak Terlihat karena Bayi Dibedong
Di Indonesia, kebiasaan membedong bayi masih umum dilakukan. Sayangnya, hal ini bisa menutupi tanda-tanda stroke. Karena gerak bayi terbatas, orangtua jadi sulit menyadari perbedaan aktivitas antara sisi kanan dan kiri tubuh.
Mengapa Stroke pada Bayi Sering Tidak Terdeteksi
Ada beberapa alasan mengapa stroke pada bayi sering terlewatkan:
-
Bayi belum banyak bergerak, sehingga perbedaan kecil pada gerakan sulit dilihat.
-
Tanda-tandanya mirip dengan kondisi lain, seperti infeksi atau kurang oksigen.
-
Kurangnya pengetahuan, baik dari orangtua maupun tenaga medis, tentang kemungkinan stroke pada usia sangat muda.
Akibatnya, banyak kasus baru diketahui setelah bayi menunjukkan tanda-tanda keterlambatan perkembangan. Misalnya, bayi sulit menggenggam mainan, tidak bisa merangkak normal, atau satu sisi tubuhnya tampak lebih lemah.
Bagaimana Dokter Mendiagnosis Stroke pada Bayi
Untuk memastikan diagnosis stroke, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan:
-
Pemeriksaan fisik dan neurologis untuk melihat perbedaan kekuatan otot di kedua sisi tubuh.
-
Pemeriksaan otak dengan MRI atau CT scan untuk melihat area otak yang rusak.
-
Tes darah untuk memeriksa gangguan pembekuan darah.
-
Ekokardiografi untuk melihat apakah ada kelainan jantung yang menyebabkan gumpalan darah menuju otak.
Diagnosis dini sangat penting, karena semakin cepat penanganan dilakukan, semakin besar peluang bayi untuk pulih dan berkembang normal.
Penanganan Stroke pada Bayi
Setelah diagnosis ditegakkan, dokter akan menentukan jenis stroke dan langkah penanganannya. Penanganan bergantung pada kondisi bayi, usia, dan jenis stroke yang dialami.
1. Pengobatan Medis
Pada beberapa kasus stroke iskemik, dokter mungkin memberikan obat untuk mencegah pembekuan darah lebih lanjut. Namun, pemberian obat pada bayi harus sangat hati-hati dan disesuaikan dengan kondisinya. Untuk stroke perdarahan, dokter akan berfokus pada menghentikan perdarahan dan menjaga tekanan dalam otak tetap stabil.
2. Terapi Rehabilitasi
Setelah fase akut terlewati, bayi mungkin membutuhkan terapi lanjutan untuk membantu pemulihan otak. Terapi ini bisa meliputi:
-
Fisioterapi, untuk melatih kekuatan dan koordinasi otot.
-
Terapi okupasi, untuk melatih kemampuan gerak halus.
-
Terapi wicara, jika stroke memengaruhi area otak yang mengatur bicara dan menelan.
3. Pemantauan Jangka Panjang
Stroke pada bayi bisa meninggalkan dampak jangka panjang seperti kelumpuhan ringan, gangguan bicara, atau epilepsi. Karena itu, bayi perlu pemantauan rutin untuk memastikan perkembangan otaknya optimal.
Kabar baiknya, otak bayi masih sangat plastis. Artinya, bagian otak yang sehat dapat mengambil alih sebagian fungsi bagian yang rusak. Dengan terapi dan stimulasi yang tepat, banyak bayi bisa tumbuh dengan perkembangan yang mendekati normal.
Bisakah Stroke pada Bayi Dicegah?
Menurut dr. Zicky, belum ada cara spesifik untuk mencegah stroke pada bayi. Namun prinsip dasarnya sederhana: jaga agar jantung, pembuluh darah, dan darah tetap sehat.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan meliputi:
-
Menjaga kesehatan selama hamil.
Ibu hamil perlu rutin memeriksakan diri, menjaga tekanan darah, dan menghindari infeksi. -
Mencegah kekentalan darah.
Jika ibu memiliki riwayat darah kental atau trombofilia, konsultasikan pada dokter untuk pengawasan selama kehamilan. -
Menjaga kondisi saat persalinan.
Pastikan proses persalinan berlangsung aman dan sesuai prosedur medis. Bayi yang kekurangan oksigen berisiko lebih tinggi mengalami stroke. -
Memantau kondisi bayi setelah lahir.
Jika bayi mengalami kejang, tampak lemah di satu sisi tubuh, atau sulit menyusu, segera bawa ke dokter anak.
Kisah Kasus Nyata: Bayi 27 Hari yang Mengalami Stroke
Kasus bayi berusia 27 hari yang ditangani oleh dr. Zicky memberi pelajaran penting. Bayi tersebut awalnya tampak normal, namun kemudian menunjukkan tanda-tanda aneh pada gerak tubuhnya. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata bayi tersebut mengalami stroke akibat pembekuan darah.
Dokter mengatakan, “Siapa pun yang punya otak, punya risiko stroke.”
Pernyataan ini sederhana tapi sangat kuat. Ia menegaskan bahwa stroke bukan penyakit orang tua saja. Bahkan, makhluk sekecil bayi pun bisa mengalaminya.
Kasus tersebut membuktikan pentingnya peran orangtua dalam mengenali gejala sejak dini. Jika bayi cepat diperiksa dan ditangani, peluang pemulihan bisa jauh lebih besar.
Langkah Bijak untuk Orangtua
Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa membantu Anda lebih waspada terhadap stroke pada bayi:
-
Amati gerakan bayi setiap hari.
-
Catat jika bayi hanya aktif di satu sisi tubuh.
-
Waspadai kejang yang muncul di satu bagian saja.
-
Perhatikan ekspresi wajah saat bayi menangis.
-
Hindari membedong terlalu lama agar gerak bayi bisa diamati.
-
Segera konsultasi ke dokter jika ada hal yang mencurigakan.
Ingat, deteksi dini bisa membuat perbedaan besar.
Penutup
Stroke pada bayi memang terdengar menakutkan, tapi bukan berarti tak bisa dihadapi. Semakin cepat orangtua mengenali tanda-tandanya, semakin besar peluang bayi untuk pulih dan tumbuh sehat. Kasus bayi 27 hari yang terkena stroke membuktikan bahwa kewaspadaan dan kesadaran orangtua menjadi kunci utama.
Jadi, jangan anggap remeh jika bayi terlihat tidak seimbang, sering kejang, atau tangisannya tampak aneh. Segera konsultasikan ke dokter anak atau dokter saraf. Dengan penanganan cepat dan tepat, bayi Anda punya kesempatan besar untuk pulih dan berkembang normal.
Jagalah kesehatan kehamilan, perhatikan tanda-tanda setelah persalinan, dan terus edukasi diri. Karena setiap detik perhatian Anda, bisa menjadi penyelamat bagi kehidupan kecil yang sangat berharga.
Komentar0