MATERI PERTEMUAN 9 KELAS XII
Kalamullah Perspektif Jabbariyah, Qadariyah, dan Muktazilah
A. Pengantar Pemikiran
Sebelum membahas lebih jauh, anda harus tahu ada istilah al-Qur’an dan kalamullah. Dalam perspektif ahls-sunnah wal-jamā’ah, al-Qur’an adalah kalamullah –karena ada aliran yang menganggap bahwa al-Qur’an bukan kalamullah-.
Selain al-Qur’an, ada juga kitab suci yang lain, yang sudah tidak asing lagi bagi kita, diantaranya adalah injil, zabur, taurat, suhuf Ibrahim dan ṣuhuf Musa.
Hal yang telah disebutkan di atas adalah pembahasan secara umum, karena dalam pembahasan ilmu kalam, akan kita pahami bahwa keyakinan yang benar terkait kalamullah adalah bukan suara, bukan huruf dan bukan pula bahasa Pemahaman-pemahaman tentang kalamullah tersebut akan di bahas dalam perincian pemikiran di bawah ini.
B. Rincian Pemikiran
1. Perspektif Jabbariyah
Ja’ad bin Dirham, dan Jahm bin Sofwan memiliki pemahaman yang sama tentang al-Qur’an, bahwa al-Qur’an adalah Makhluk. Karena al-Qur’an merupakan makhluk, maka al-Qur’an itu baru (Hadis).
Karena al-Qur’an baru, maka al-Qur’an bukan sifat Allah SWT, karena tidak mungkin Allah SWT bersifat dengan sesuatu yang baru. Jabariah juga mengingkari tentang berbicaranya Allah SWT kepada Musa As. sementara Jahm bis Ṣofwan mengatakan lebih jauh, bahwa Allah SWT tidak ber kalam.
2. Perspektif Qadariah
Qadariah, dalam masalah taqdir memang mereka sangat berseberangan dengan kaum jabariah. Namun dalam masalah kalamullah, memliki persepsi yang sama dengan jabariah, terutama dengan tokoh jabariah bernama Jahm bin Sofwan. Qadariah dan Jabariah sama-sama berpendapat bahwa Allah SWT tidak berkalam.
3. Perspektif Muktazilah
Muktazilah dengan pendiriannya yang ekstrim akan pemurnian Allah SWT dari segala yang mencemari nilai ketauhidanNya, pada akhirnya membawa Muktazilah pada penegasan sifatsifat Allah SWT. Maka Muktazilah tidak mempercayai sifat Allah SWT, karena jika Allah SWT bersifat, berarti sifat itu Kadim. jika sifat juga Kadim, maka yang Kadim bukan hanya Allah SWT, tetapi juga sifatNya.
Paham tersebut juga pada akhirnya menolak al-Qur’an sebagai kalamullah. Karena jika alQur’an kalamullah, berarti ia Kadim. kalau ada al-Qur’an Kadim, Allah SWT juga Kadim, berarti yang Kadim tidak satu tapi ta’addud qudamā.
Jika yang Kadim berbilang itu artinya yang Kadim sudah tidak esa lagi, padahal mestinya yang Kadim itu hanya Allah SWT. Oleh sebab itu maka al-Qur’an bukan kalamullah, tetapi al-Qur’an Makhluk, dengan demikian al-Qur’an tidak Kadim, maka yang Kadim hanya Allah SWT.
Pendapat Muktazilah tentang keMakhlukan al-Qur’an mendapatkan kecaman dari para ulama waktu itu. Namun karena muktzailah sangat berpengaruh dengan para penguasa, maka para ulama seakan tidak bisa berbuat apa-apa. Justeru bagi yang tidak sepakat dengan Muktazilah, akan dihukum oleh penguasa. Lahirlah apa yang dikenal dengan peristiwa mihnah.
Komentar0