.jpg)
MATERI PERTEMUAN 3 KELAS XI
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
Pasca wafatnya Rasulullah Saw. kaum muslimin berkumpul di Saqifah bani Sa’adah untuk memilih khalifah pengganti Rasulullah Saw. Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua kelompok besar, yaitu Anshar dan Muhajirin. Di antara pendukung kaum Anshar adalah Saad bin Ibadah, Qais bin Saad dan Habab bin Mundzir.
Delegasi Anshar menginginkan agar khalifah dipilih dari golongan mereka. Menurutnya, golongan Anshar adalah orang-orang yang membantu perjuangan Rasulullah Saw. dalam pengembangan dakwah Islam dari Madinah. Merekalah yang memberikan tempat bagi Rasulullah Saw. dan kaum muhajirin setelah pindah dari Makkah ke Madinah.
Sementara kaum Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin Khattab ra dan Abu Ubaidah menginginkan agar khalifah dipilih dari partai mereka. Bagi mereka, orang pertama yang membantu perjuangan Rasulullah Saw., disamping itu, mereka masih kerabat dekat dengan Rasulullah Saw.
Abu Bakar Ash Shidiq ra lebih memilih Abu Ubaidah atau Umar bin Khatab ra sebagai khalifah. Namun Umar dan Abu Ubaidah justru lebih mengedepankan Abu Bakar Ash Shiddiq ra dengan alasan karena beliau orang yang ditunjuk Rasulullah Saw. sebagai imam shalat ketika Beliau sakit.
Basyir bin Saad yang berasal dari suku Khazraj melihat bahwa perselisihan antara dua kubu tersebut jika dibiarkan dapat mengakibatkan perpecahan dikalangan umat Islam.
Kemudian Basyir bin Saat membait Abu Bakar Ash Shidiq ra. Sikap Basyir dikecam oleh Habban bin Mundzir dari kaum Anshar. Ia dianggap telah menyalahi kesepakatan Anshar untuk memilih khalifah dari partainya. Namun Basyir menjawab, Demi Allah tidak demikian. Saya membenci perselisihan dengan suku yang memang memiliki hak untuk menjadi khalifah.
Setelah Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq ra wafat segera digantikan Umar bin Khattab ra secara aklamasi dengan pemerintahan. Banyak kebijaksanaan Umar yang sesungguhnya kontroversial akan tetapi dengan dukungan wibawanya yang tinggi, orang mengikutinya dengan patuh.
Setelah meninggal, Umar bin Khattab ra digantikan oleh Utsman bin Affan ra, seorang yang saleh dan berilmu tinggi. Sebagai anggota keluarga pedagang Mekah yang cukup terkemuka, Utsman bin Affan ra memiliki kemampuan administratif yang baik, tetapi lemah dalam kepemimpinan.
Perselisihan Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Kelemahan Utsman bin Affan ra yang mencolok dan mengakibatkan ketidaksenangan kepada beliau adalah ketidak-mampuan mencegah ambisi di lingkungan keluarganya untuk menempati kedudukan-kedudukan penting di lingkungan pemerintahan.
Akibatnya banyak orang yang tidak senang. Lalu ada lagi orang-orang yang menggunakan kesempatan untuk mengipas-ngipas guna memperoleh keuntungan pribadi. Di Mesir, penggantian gubernur yang diangkat Umar bin Khattab ra, yakni Amar bin Ash dengan Abdullah ibnu Sa'd, salah seorang keluarga Utsman, mengakibatkan pemberontakan. Mereka mengerahkan pasukan menyerbu Madinah dan Abdullah bin Saba’ berhasil membunuh Khalifah. Peristiwa pembunuhan Khalifah ini dikenal sebagai al Fitnatul Kubro (prahara besar) yang pertama.
Ketika Utsman bin Affan ra wafat, musyawarah para pemimpin kelompok dan suku menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Tetapi kemudian beliau ditentang oleh beberapa pihak, antara lain oleh Thalhah dan Zubeir, yang dibantu oleh Aisyah isteri Rasulullah Saw.
Penentangan timbul terutama karena Ali bin Abi Thalib ra dianggap tidak tegas dalam mengadili pembunuh Utsman bin Affan ra. Setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ra perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang Jamal yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah ra dan perang Siffin yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abu
Sofyan.
Tentara gabungan pimpinan Thalhah, Zubeir dan Aisyah dikalahkan dengan telak. Tholhah dan Zubeir terbunuh, sedang Aisyah ra yang tertangkap kemudian dikirimkan kembali ke Madinah.
Tentangan dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Damaskus yang masih keluarga Utsman bin Affan ra. Dia menuntut Ali bin Abi Thalib ra agar segera mengadili para pembunuh khalifah ketiga itu. Sementara Ali bin Abi Thalib melihat bahwa situasi dan kondisi pada waktu itu tidak memungkinkan untuk menangkap dan mengadili pelaku pembunuhan khalifah Ustman.
Perselisihan Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah
Perselisihan antara kubu Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah akhirnya semakin meruncing. Muawiyah tetap bersikukuh pada pendiriannya, demikian juga dengan Ali bin Abi Thalib ra. Akhirnya, Muawiyah bin Abu Sufyan memutuskan untuk melawan Ali bin Abi Thalib ra dengan kekuatan militer.
Terjadilah pertempuran hebat antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Hampir saja, pasukan Ali bin Abi Thalib ra dapat memenangkan pertempuran. Namun kemudian Muawiyah menawarkan perdamaian. Peristiwa itu disebut dengan altahkim (arbitrase) yakni mengangkat Kitab Al Qur’an diatas tombak.
Kedua belah pihak sepakat untuk bersama-sama (Khalifah Ali Bin Abi Thalib ra dan Muawiyyah bin Abu Sofyan) meletakkan jabatan masing-masing. Tahkim ini dari pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa, dan pihak Muawiyyah bin Abu Sufyan diwakili oleh Amru bin Ash. Tahkim berujung dengan kericuhan, disebabkan oleh Amru bin Ash.
Pengunduran Ali bin Abi Thalib dari Khalifah disetujui dan diterima oleh Amru bin Ash, dan ia menetapkan jabatan Khalifah pada Muawiyyah bin Abu Sufyan.
Pendukung Ali bin Abi Thalib ra selanjutnya disebut dengan golongan Syiah. Kenyataannya, tidak semua pengikut Ali bin Abi Thalib ra menyetujui tahkim. Mereka menganggap bahwa tahkim hanyalah sekedar makar politik Muawiyah bin Abu Sufyan.
Kelompok itu kemudian memisahkan diri dan membentuk partai baru yang disebut dengan golongan Khawarij. Golongan ini menganggap Ali bin Abi Thalib ra, Musa Al Asy'ari, Muawiyyah bin Abu Sufyan dan Amru bin Ash kafir dan harus dituntut. Mereka itu mesti dibunuh. Konsep kafir yang dianut oleh Khawarij berkembang menjadi faham bahwa orang yang berbuat dosa besar pun dianggap kafir.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya.
Masalah akidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat Islam. Setelah peristiwa tahkim, dan masa pemerintahan dinasti Umaiyah dan dinasti Abbasiyah tumbuh berbagai aliran teologi seperti murji’ah, qadariah, jabariah dan Mu’tazilah.
Kemudian, lahirlah imam Abu Mansur Al Maturidi yang berusaha menolak golongan yang berakidah batil. Mereka membentuk aliran Maturidiah. Kemudian muncul pula Abul Hasan Al Asy'ari yang telah keluar dari kelompok Mu’tazilah dan menjelaskan asas-asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan para ulama dari kalangan fuqaha dan ahli hadits. Dia dan pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah dan kemudian dikenal dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah (suni). (Bukakabar/Admin)
Komentar0